Kenapa Ibu suka matematika?
Pertanyaan yang selalu diutarakan oleh siswa-siswaku.
Aku cukup bingung menjawabnya. Sejujurnya jika dibilang suka matematika itu tidak sepenuhnya benar. Demikian juga jika dibilang benci. Jadi, jika boleh disimpulkan, adalah sebuah takdir aku masuk di jurusan matematika yang secara tidak langsung memaksaku untuk menyukainya.
Rekam jejakku selama bersekolah:
1. Juara 1 olimpiade OSN mipa tingkat kabupaten. Sampai maju ketingkat provinsi juara 33 dari ratusan peserta.
2. Selama duduk di bangku SD selalu 3 besar. Ntah itu peringkat 1, 2 atau 3
3. SMP, juara 1 dan 2 cerdas cermat
4. SMA, juara 2 OSN ekonomi tingkat kabupaten. Sampe seleksi ketingkat provinsi. Ikut olimpiade kimia tapi bimbingannya matematika. :D (semoga kamu teman-teman seperjuangan aku yang membaca ini masih mengingatku. :) Aku merindukan kalian. Aku selalu ingat masa-masa kita di asrama haji medan. Salam dari aku di sini :') ).
Jadi sebenarnya, aku nggak pernah bersinggungan langsung dengan matematika. Kalau untuk pemahaman matematikaku sendiri, aku bukan tipe yang satu kali dijelaskan langsung ngerti. Aku tipe yang harus mencoba sendiri menyelesaikan soal-soal matematika itu. Sampai lupa mandi, lupa tidur, ah lupa merawat diri. (anak gadis yang malas sisiran apalagi berdandan.) Tapi, waktu yang kuhabiskan dengan matematika adalah waktu karena aku terlalu lemah dimatematika.
Lalu waktu konseling pemilihan jurusan, konselorku juga mengira aku suka matematika gegara banyaknya kertas sele-sele untuk menyelesaikan soal matematika.
Lalu singkat cerita aku lulus di pendidikan matematika Universitas Negeri Medan. Akhirnya aku menjalani lika-liku kehidupan anak matematika. Meskipun ada banyak kesulitan yang aku hadapi, aku selalu menikmati proses pembentukan karakter dan sejarah hidupku.
Lewat matematika, aku belajar menghadapi masalah. Di matematika ada begitu banyak masalah yang harus dipecahkan. Jadi sebagai anak matematika sudah sepatutnya lebih tegar dan lebih siap menghadapi masalah di kehidupan sehari-hari.
Pesan moral:
Untuk kalian calon generasi penerus bangsa, jangan pernah menganggap sekolah itu tidak menyenangkan. Jangan pernah benci sebuah pelajaran khususnya matematika. Kita tidak tahu kemana takdir mengalirkan kita. Kita hanya bisa mempersiapkan diri saja. Ibu tidak pernah menyukai matematika tapi Ibu selalu mempersiapkan diri jika ada soal matematika yang menjijikkan itu ditanyakan padaku. Karena sudah tertanam dalam diri Ibu kalau kita harus bisa menjawab semua pertanyaan yang diajukan pada kita.
Ada begitu banyak yang ingin kuceritakan. Ada banyak pengalaman yang ingin kubagikan. Tapi hanya sedikit saja orang yang peduli dengan pengalaman berharga ini.
Pertanyaan yang selalu diutarakan oleh siswa-siswaku.
Aku cukup bingung menjawabnya. Sejujurnya jika dibilang suka matematika itu tidak sepenuhnya benar. Demikian juga jika dibilang benci. Jadi, jika boleh disimpulkan, adalah sebuah takdir aku masuk di jurusan matematika yang secara tidak langsung memaksaku untuk menyukainya.
Rekam jejakku selama bersekolah:
1. Juara 1 olimpiade OSN mipa tingkat kabupaten. Sampai maju ketingkat provinsi juara 33 dari ratusan peserta.
2. Selama duduk di bangku SD selalu 3 besar. Ntah itu peringkat 1, 2 atau 3
3. SMP, juara 1 dan 2 cerdas cermat
4. SMA, juara 2 OSN ekonomi tingkat kabupaten. Sampe seleksi ketingkat provinsi. Ikut olimpiade kimia tapi bimbingannya matematika. :D (semoga kamu teman-teman seperjuangan aku yang membaca ini masih mengingatku. :) Aku merindukan kalian. Aku selalu ingat masa-masa kita di asrama haji medan. Salam dari aku di sini :') ).
Jadi sebenarnya, aku nggak pernah bersinggungan langsung dengan matematika. Kalau untuk pemahaman matematikaku sendiri, aku bukan tipe yang satu kali dijelaskan langsung ngerti. Aku tipe yang harus mencoba sendiri menyelesaikan soal-soal matematika itu. Sampai lupa mandi, lupa tidur, ah lupa merawat diri. (anak gadis yang malas sisiran apalagi berdandan.) Tapi, waktu yang kuhabiskan dengan matematika adalah waktu karena aku terlalu lemah dimatematika.
Lalu waktu konseling pemilihan jurusan, konselorku juga mengira aku suka matematika gegara banyaknya kertas sele-sele untuk menyelesaikan soal matematika.
Lalu singkat cerita aku lulus di pendidikan matematika Universitas Negeri Medan. Akhirnya aku menjalani lika-liku kehidupan anak matematika. Meskipun ada banyak kesulitan yang aku hadapi, aku selalu menikmati proses pembentukan karakter dan sejarah hidupku.
Lewat matematika, aku belajar menghadapi masalah. Di matematika ada begitu banyak masalah yang harus dipecahkan. Jadi sebagai anak matematika sudah sepatutnya lebih tegar dan lebih siap menghadapi masalah di kehidupan sehari-hari.
Pesan moral:
Untuk kalian calon generasi penerus bangsa, jangan pernah menganggap sekolah itu tidak menyenangkan. Jangan pernah benci sebuah pelajaran khususnya matematika. Kita tidak tahu kemana takdir mengalirkan kita. Kita hanya bisa mempersiapkan diri saja. Ibu tidak pernah menyukai matematika tapi Ibu selalu mempersiapkan diri jika ada soal matematika yang menjijikkan itu ditanyakan padaku. Karena sudah tertanam dalam diri Ibu kalau kita harus bisa menjawab semua pertanyaan yang diajukan pada kita.
Ada begitu banyak yang ingin kuceritakan. Ada banyak pengalaman yang ingin kubagikan. Tapi hanya sedikit saja orang yang peduli dengan pengalaman berharga ini.
Komentar
Posting Komentar
Jangan jadi silent reader. Tinggalkan jejakmu di sini ya.. :)